Prof. Toshio Yamagata Peringatkan , Pesisir Timur Rawan Kebakaran
EMPAT hari lagi, kita akan memasuki bulan Agustus. Nah, selama 3 bulan, Agustus hingga Oktober musim kering alias kemarau akan terjadi. Kali ini efek IOD atau Indian Ocean Dipole. Lalu, apakah efeknya, kekeringan menyebabkan kebakaran akan parah seperti di tahun 2015 lalu?
Meski tak hebat kejadian kebakaran hutan dan lahan di 2015 disebabkan kemarau sepanjang tahun, untuk 2019 tetap akan ada dampak dari kekeringan yang akan terjadi. Beberapa daerah di Sumsel terprediksi akan mengalami kekeringan berpotensi kebakaran, jika tak ada antisipasi.
Berikut wawancara Prof Dr Iskhaq Iskandar MSc, ahli iklim Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya (Unsri), Minggu (28/7) pagi. “Kenapa bisa begitu (IOD,red)? Karena ada anomali di iklim dan ini (femomena,red) bukan El Nino yang berasal dari Samurdra Pasifik. Nah anomali tahun ini berasal dari Samudra Hindia dengan namanya IOD,”jelas dia, kepada Radar Palembang.
Sebenarnya, akui Prof Iskhaq, ini (IOD) mirip dengan El Nino tp berpusat di Samudra Hindia, dimana ada 2 fase terjadi kalau positif maka akan dapat kemarau panjang, kebalikannya kalau negatif maka curah hujan tinggi.
Ia menambahkan, beruntungnya anomali cuaca tahun ini tak seperti 2015, saat kemarau panjang parah terjadi. Saat 2015 lalu, kata dia, secara bersamaan ada pengaruh dari El Nino dan juga IOD, jadi kemaraunya cukup hebat melanda kita.
Tentang prediksi iklim untuk wilayah Indonesia akan terdapat kemarau panjang. Mulainya, sambung dia, Agustus hingga September puncaknya kemarau, diharapkan Oktober sudah mulai hujan.
Sejauh ini, BMKG hanya fokus ke El Nino dan La Nina. Padahal, kata Prof Iskhaq, nggak ada El Nino di tahun ini, jadi dianggap netral (tidak ada anomali cuaca,red), padahal IOD kan ada, dan indeks IOD-nya jelas dan pola IOD sudah muncul di data satelit NOAA,”jelas dia.
Dan, beber Prof Iskhaq, sudah ada peringatan dari Prof Toshio Yamagata dari JAMSTEC atau Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology, pakar dibidang iklim. “JAMSTEC itu kalau di Indonesia seperti BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.”
Prof Toshio Yamagataa, menurut Prof Iskhaq, merupakan pakar iklim di Jepang, dan beliau (Prof Toshio,red) yang menemukan Indian Ocean Dipole. “Sebenarnya sudah sejak awal tahun ini (2019,red) diperingatkan adanya IOD, dan baru 2 minggu lalu dia (Prof Toshio,red) me-warning (mengabari,red) lagi.”
Bahkan, untuk memastikan adanya fenomena IOD ini, dirinya akan terbang langsung ke Jepang, berdiskusi dengan Prof Toshio Yamagata. Dimana selama menempuh pendidikan di negeri sakura tersebut, Prof Iskhaq beguru ke Prof Toshio tentang ilmu iklim.
“Senin nanti (hari ini, 29 Juli,red) akan ke sana dan diskusi (fenomena IOD,red) lagi,”jelas dia. Rencananya, dirinya akan berada di Jepang, selama beberapa hari, dari Selasa hingga Sabtu.
Atas fenomena tersebut, kata dia, Indonesia, Australia dan India akan terdampak, juga negara sekitarnya terutama negara-negara yang mengelilingi Samudta Hindia. Untuk di Indonesia, diperkirakan IOD bersifat positif sehingga membuat kemarau.
Untuk di Sumatera Bagian Selatan, ada beberapa provinsi yang akan terkena dampaknya, seperti Jambi dan Riau. Dimana kedua wilayah tersebut, kebakaran hutan dan lahan menjadi isu utama jika terjadi kekeringan.
Meski demikian, bukan berarti Sumatera Selatan aman dari ancaman kebakaran dan hutan. Mengingat provinsi yang berjuluk Bumi Sriwijaya ini juga mengalami efek buruk dari kebakaran hutan dan lahan di 2015 lalu.
“Wilayah Sumatera Selatan mengalami kekeringan. Khususnya di daerah pesisir timur seperti di Banyuasin, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir umumnya akan mengalami kekeringan karena itu daerah gambut, justru itu paling keringan dan daerah mudah terbakar,”ulas dia.
Sedangkan, akui dia, untuk wilayah barat tidak akan terlalu kering seperti di kawasan pesisir timur. “Untuk di wilayah barat (Sumsel,red) itu kan dipagari oleh Bukit Barisan sehingga cukup bisa bisa menahan (efek IOD,red),”ungkapnya.
Hasil observasi satelit NOAA menunjukkan telah terjadi evolusi IOD positif di Samudera Indonesia. Perlu diingat fenomena IOD positif ini akan menimbulkan kekeringan di sebagian besar wilayah Indonesia khusus wilayah bagian Barat kecuali Sumatera bagian Utara.
Sementara itu, hasil prediksi model yang dilakukan di Application Laboratory di JAMSTEC, Jepang menunjukkan bahwa puncak dari fenomena IOD positif ini akan terjadi di bulan Agustus – September 2019. Pada saat IOD positif ini mencapai puncaknya, maka sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau (defisit curah hujan).
sumber : http://www.radar-palembang.com/prof-toshio-yamagata-peringatkan-pesisir-timur-rawan-kebakaran/